“Without music, life would be a mistake” –Friedrich W. Nietzsche
Sekitar sebulan lalu, kami mendapat undangan dari Inkom Unjani untuk tampil di acara charity untuk pre-event Unjani Fest 2013. Rabu (17 April) lalu, kami pun merapat ke Unjani untuk memenuhi undangan tersebut. Saya ditemani Arif, bersama 10 bebenyit (termasuk Ines dan Alya) berangkat dengan menyewa angkutan kota Cimahi-Cimindi.
Setelah berbagai artis pembuka selesai dengan gilirannya masing-masing, kami pun naik panggung sebagai bintang tamu pada puncak acara. Panggung berukuran mini tersebut pun seketika menjadi ricuh dipenuhi 8 makhluk kecil yang berebut mikrofon. Saya menemani anak-anak naik panggung sebagai penggenjreng gitar karena anak-anak belum ada yang bisa bermain gitar, sementara Arif duduk di kursi sambil mengasuh Alya dan Ines.
Walaupun ini pertama kalinya mereka tampil bernyanyi di atas panggung, namun tampaknya mereka tidak terlalu tegang dan cukup menikmati momen tersebut. 3 lagu pun dihajar habis, dari mulai lagu legendaris anak-anak jalanan: “Ku rela”, hingga medley lagu “Anak Merdeka” dan “Kami Ada”.
***
Saya termasuk orang yang percaya bahwa musik memiliki daya revolusioner yang cukup tinggi. Setidaknya buat saya sendiri. Sebutlah ini lebay. Saya hanya tidak bisa membayangkan, bagaimana saya sekarang kalau sekitar 10 taunan yang lalu saya tidak pernah mendengar lagu-lagu Superman is Dead*. Mungkin sekarang saya hanya jadi remaja borjuis dengan kehidupan yang membosankan, mungkin saya tak akan pernah melirik apalagi tertarik dengan kolektif-kolektif semacam Rubel Sahaja dsb, dan yang pasti saya tak akan pernah membentuk band punk rock. Tapi begitulah musik punk rock saat itu bisa merubah cara saya memandang dunia secara cukup drastis.
Hal semacam itulah yang ingin saya coba transformasikan kepada anak-anak di Rubel. Meski percobaan saya selama 3 tahun di Rubel Cimahi belum sepenuhnya berhasil, namun saya masih cukup optimis. Asumsi dasarnya adalah (hampir) semua orang menyukai musik, tak peduli bagaimana kemampuannya bernyanyi dan memainkan instrumen, namun setiap orang (hampir) pasti menyukai musik (kecuali sebagian besar penganut Islam salafy-wahaby mungkin).
Platon, sang filsuf Yunani klasik, menempatkan musik sebagai salah satu komponen yang cukup penting dalam filsafat pendidikannya. Bahkan ia pernah bilang bahwa jika ingin melihat karakter para pemuda dalam suatu bangsa, maka dengarlah musik yang sedang ngehits di bangsa tersebut. Maka dengan mendengar sekilas lagu-lagu yang sedang populer di Indonesia saat ini, kita bisa tebak bagaimana karakter sebagian besar anak-anak muda di sini. Berkaca dari konsep itu, saya harus banyak memperkenalkan lagu-lagu dengan lirik dan nada yang mampu dipahami dan membuat anak-anak belajar dari lagu tersebut.
Kendalanya adalah tidak semua anak-anak di Rubel tertarik untuk mendalami musik. Meski beberapa anak sudah meminta diajari bermain gitar, itupun belum terlalu serius dan belum benar-benar ingin bisa. Selain itu, sebagian anak di Rubel berkarir sebagai kusir kuda, anak-anak lainnya mengamen hanya dengan bersenjatakan kecrek yang dibuat dari tumpukan tutup kaleng lem aibon yang dipaku pada sebilah kayu, bahkan kadang hanya bernyanyi sambil bertepuk tangan saja.
Namun tentunya saya tidak memaksa mereka untuk belajar musik kalau mereka tidak tertarik. Cukup di sekolah-sekolah formal saja anak-anak dipaksa menguasai sesuatu yang tidak ingin mereka kuasai. Upaya yang saya lakukan hanyalah memainkan gitar sendirian di pojok Rubel. Kadang mereka bergabung ikut bernyanyi, kadang request lagu, kadang minta diajari. Di situlah saya memasukkan amunisi dengan menyanyikan lagu-lagu yang liriknya berisi pesan-pesan tertentu. Kadang saya jelaskan maksud dari lirik lagu tersebut, seperti saat saya mengajarkan lagu “Anak Merdeka” kepada mereka.
Oh iya, ini lirik lagu yang biasa kami nyanyikan:
Ku Rela (Anak Jalanan)
dipopulerkan oleh Fady
Kurela nasibku begini
Lahir kedunia seorang diri
Ayah ibu telah lama pergi
Hidup yang sulit kujalani
Di kota ini ku sendiri
Cari nafkah tuk sesuap nasi
Di terik panas aku tak peduli
Jual koran tuk hidupi diri
reff:
Terasa pedih melihat mereka
Yang sibuk bersekolah
Sedangkan aku anak jalanan
Suram masa depan
Kadangku dicaci dan dimaki
Kuhanya bagai sampah kota ini
Hujan panas kuberatap langit
Siang malam kemanaku pulang
Terkadang hatiku bertanya
Mengapa ayah ibu begitu tega
Meninggalkanku sebatang kara
Tanpa sanak dan tanpa saudara
—
Anak Merdeka
dipopulerkan oleh Marjinal
Aku ini anak merdeka
tak berpunya, tapi berhati kaya
semua di dunia milik bersama
tuk dibagi secara adil dan merata
Kubawa-bawa matahariku
ku bagi-bagi layaknya roti
semua mendapatkannyaaaaaaaaa! heyyy!
semua senang bersama-sama
—
Kami Ada
lirik & lagu: Fajar
di pinggir-pinggir jalan
di kolong-kolong jembatan
tersimpan harapan
senyum dan air mata
meski selalu terlupakan
di tengah debu jalanan
di antara sombongnya kota
yang penuh kebosanan
menantang mentari, kepalkan jemari
jalani hari dengan ‘amor fati’
nyalakan api cinta dan harapan yang membara
tunjukkan pada dunia bahwa kita ada!
panas terik mentari
sinari hari ini
keringat yang mengucur deras
basahi tubuh ini
nada-nada sederhana
dari sebuah gitar tua
menyaingi bisingnya kota
dan deru knalpot kendaraan
sudah lupakan semua caci maki mereka
persenjatai diri dengan cinta
genggam erat tanganku kita berjalan bersama
tunjukkan pada dunia bahwa kita ada!
***
- * Meski sekarang saya ga suka-suka banget Superman is Dead, tapi SID bisa dibilang sebagai gerbang menuju pencerahan hidup saya
- Bagi kawan-kawan yang tertarik mengundang kami untuk tampil di acara kalian, silahkan kontak kami saja. insyaallah kami akan datang dengan senang hati!
(Subcomandante Fajar)